Senin, 20 Juni 2011

halusinasi

1.KONSEP MEDIS
A.Definisi
Halusinasi adalah suatu keadaan di mana seseorang mengalami perubahan dalam ilmiah dan pola dari stimulus yang mendekati (yang diprakarsai secara internal dan eksternal) disertai dengan suatu pengurangan, berlebih-lebihan, distorsi, atau kelainan berespons terhadap stimulasi (Mary C. Townsend, 1998).
Halusinasi didefenisikan sebagai kesan atau pengalaman sensori yang salah (Stuart dan Sundeen, 1998).
Halusinasi ialah penerapan tanpa adanya rangsang apapun pada pancaindera seseorang pasien dalam keadaan sadar/bangun, dasarnya mungkin organik, fungsional psikotik atau historic (WF. Maramis, 1998).
Halusinasi adalah pengalaman panca indera tanpa adanya rangsangan (stimulus) misalnya penderita mendengar suara-suara, bisikan di telinganya padahal tidak ada sumber dari suara bisikan itu (Hawari, 2001).Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca indera (Isaacs, 2002).
Halusinasi adalah gangguan penyerapan atau persepsi panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat terjadi pada sistem penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh dan baik. Maksudnya rangsangan tersebut terjadi pada saat klien dapat menerima rangsangan dari luar dan dari dalam diri individu. Dengan kata lain klien berespon terhadap rangsangan yang tidak nyata, yang hanya dirasakan oleh klien dan tidak dapat dibuktikan (Nasution, 2003).

B.Etiologi
Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
1.Faktor predisposisi
Biologis Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut:
a). Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.
b). Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
c). Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).
d). Psikologis Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
e).Sosial Budaya Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.
2.Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006).Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:
1). Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
2). Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3). Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.
C.Tanda dan Gejala
Menurut Hamid (2000), perilaku klien yang terkait dengan halusinasi adalah sebagai berikut:
Bicara sendiri
Senyum sendiri.
Ketawa sendiri.
Menggerakkan bibir tanpa suara.
Pergerakan mata yang cepat
Respon verbal yang lambat
Menarik diri dari orang lain.
Berusaha untuk menghindari orang lain.
Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata.
Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah.
Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik.
Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori.
Sulit berhubungan dengan orang lain
Ekspresi muka tegang.
Mudah tersinggung, jengkel dan marah.
Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat.
Tampak tremor dan berkeringat.
Perilaku panik.
Agitasi dan kataton
Curiga dan bermusuhan.
Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan.
Ketakutan.
Tidak dapat mengurus diri.
Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang.
Menurut Stuart dan Sundeen (1990 yang dikutip oleh Nasution (2003), seseorang yang mengalami halusinasi biasanya memperlihatkan gejala-gejala yang khas yaitu:
Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai.
Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara
Gerakan mata abnormal.
Respon verbal yang lambat.
Diam.
Bertindak seolah-olah dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan.
Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas misalnya peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah.
Penyempitan kemampuan konsenstrasi.
Dipenuhi dengan pengalaman sensori.
Mungkin kehilangan kemampuan untuk membedakan antara halusinasi dengan realitas.
Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya daripada menolaknya.
Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain
Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik.
Berkeringat banyak.
Tremor.
Ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk.
Perilaku menyerang teror seperti panik.
Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain.
Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk dan agitasi.
Menarik diri atau katatonik.
Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang kompleks.
Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang.
D.Jenis-jenis Halusinasi (Menurut Stuart dan Sundeen, 1998):
 Halusinasi pendengaran (auditory)
Klien mendengar suara bunyi yang tidak berhubungan dengan stimulus nyata dan orang lain tidak mendengarnya. Klien menyatakan mendengar suara, yang paling sering adalah suara orang.
 Halusinasi penghidu (olfactory)
Klien mencium bau yang muncul, bau busuk, amis dan bau yang menjijikkan, kadang-kadang terhidu bau harum.Dan pada pasien tertentu dapat membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang, atau dimensia.
 Halusinasi penglihatan (visual)
Klien melihat gambaran yang jelas atau samar-samar tanpa stimulus yang nyata dan orang lain tidak melihatnya dan stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya, gambar geometrik/panorama yang halus dan kompleks. Dan pada pasien tertentu merasakan stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris, gambar kartun, bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bias yang menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster.
 Halusinasi pengecap (gustatory)
Klien merasa memakan sesuatu yang tidak nyata, biasanya merasakan makanan yang tidak enak.Pada klien tertentu merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
 Halusinasi peraba (tactile)
Klien merasakan rasa tidak enak atau rasa sakit tanpa stimulus yang terlihat,seperti mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
 Halusinasi sintetik
Klien merasa fungsi tubuh seperti darah mengalir melalui vena dan arteri, makanan dicerna atau pembentukan urin.
 Kinistetik
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
E.Tahapan Halusinasi
Tahapan terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase menurut Stuart dan Laraia (2001) dan setiap fase memiliki karakteristik yang berbeda, yaitu:
 Fase I : Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk meredakan ansietas. Di sini klien tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik sendiri.
 Fase II : Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah), asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realita.
 Fase III : Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut. Di sini klien sukar berhubungan dengan orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi yang sangat menegangkan terutama jika akan berhubungan dengan orang lain.
 Fase IV : Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah halusinasi. Di sini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari 1 orang. Kondisi klien sangat membahayakan.

F.Rentang Respon Halusinasi
Menurut Stuart dan Laraia (2001), halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang berada dalam rentang respon neurobiologi.
Rentang respon neurobiologi pada gambar dapat dijelaskan sebagai berikut:
 Pikiran logis: yaitu ide yang berjalan secara logis dan koheren
 .Persepsi akurat: yaitu proses diterimanya rangsang melalui panca indra yang didahului oleh perhatian (attention) sehingga individu sadar tentang sesuatu yang ada di dalam maupun di luar dirinya.
 Emosi konsisten: yaitu manifestasi perasaan yang konsisten atau afek keluar disertai banyak komponen fisiologik dan biasanya berlangsung tidak lama.
 Perilaku sesuai: perilaku individu berupa tindakan nyata dalam penyelesaian masalah masih dapat diterima oleh norma-norma social dan budaya umum yang berlaku.
 Hubungan social harmonis: yaitu hubungan yang dinamis menyangkut hubungan antar individu dan individu, individu dan kelompok dalam bentuk kerjasama.
 Proses pikir kadang terganggu (ilusi): yaitu menifestasi dari persepsi impuls eksternal melalui alat panca indra yang memproduksi gambaran sensorik pada area tertentu di otak kemudian diinterpretasi sesuai dengan kejadian yang telah dialami sebelumnya.
 Emosi berlebihan atau kurang: yaitu menifestasi perasaan atau afek keluar berlebihan atau kurang.
 Perilaku tidak sesuai atau biasa: yaitu perilaku individu berupa tindakan nyata dalam penyelesaian masalahnya tidak diterima oleh norma – norma social atau budaya umum yang berlaku.
 Perilaku aneh atau tidak biasa: perilaku individu berupa tindakan nyata dalam menyelesaikan masalahnya tidak diterima oleh norma-norma sosial atau budaya umum yang berlaku.
 Menarik diri: yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain.
 Isolasi sosial: menghindari dan dihindari oleh lingkungan sosial dalam berinteraksi.
Berdasarkan gambar dibawah diketahui bahwa halusinasi merupakan respon persepsi paling maladaptif. Jika klien sehat, persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indra (pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan, dan perabaan), sedangkan klien dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca indra walaupun sebenarnya stimulus itu tidak ada.


Adaptif Maladaptif
Pikiran logis Distorsi pikiran Gangguan pikir/delusi
Persepsi kuat Ilusi Halusinasi
Emosi konsisten dengan Reaksi emosi berlebihan Sulit berespon emosi
Pengalaman atau kurang Perilaku disorganisasi



2.KONSEP DASAR KEPERAWATAN
Menurut Carpenito (1996) dikutip oleh Keliat (2006), pemberian asuhan keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan hubungan kerjasama antara perawat dengan klien, keluarga atau masyarakat untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal. Asuhan keperawatan juga menggunakan pendekatan proses keperawatan yang terdiri dari pengkajian menentukan masalah atau diagnosa, menyusun rencana tindakan keperawatan, implementasi dan evaluasi.
1.Pengkajian
Menurut Stuart dan Laraia (2001), pengkajian merupakan tahapan awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data meliputi data biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Data pada pengkajian kesehatan jiwa dapat dikelompokkam menjadi faktor predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping dan kemampuan koping yang dimiliki klien.
Alasan masuk rumah sakit umumnya klien halusinasi di bawa ke rumah sakit karena keluarga merasa tidak mampu merawat, terganggu karena perilaku klien dan hal lain, gejala yang dinampakkan di rumah sehingga klien dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan.
 Faktor predisposisi
1). Faktor perkembangan terlambat
• Usia bayi tidak terpenuhi kebutuhan makanan, minum dan rasa aman
• Usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi
• Usia sekolah mengalami peristiwa yang tidak terselesaikan.
2). Faktor komunikasi dalam keluarga
• Komunikasi peran ganda
• Tidak ada komunikasi
• Tidak ada kehangatan
• Komunikasi dengan emosi berlebihan
• Komunikasi tertutup
• Orang tua yang membandingkan anak – anaknya, orang tua yang otoritas dan omplik orang tua.
3). Faktor sosial budaya
Isolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan lingkungan yang terlalu tinggi.
4). Faktor psikologis
Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup diri, ideal diri tinggi, harga diri rendah, identitas diri tidak jelas, krisis peran, gambaran diri negatif dan koping destruktif.
5). Faktor biologis
Adanya kejadian terhadap fisik, berupa : atrofi otak, pembesaran vertikel, perubahan besar dan bentuk sel korteks dan limbik.
6). Faktor genetic
Telah diketahui bahwa genetik schizofrenia diturunkan melalui kromoson tertentu. Namun demikian kromoson yang keberapa yang menjadi faktor penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam tahap penelitian. Diduga letak gen skizofrenia adalah kromoson nomor enam, dengan kontribusi genetik tambahan nomor 4,8,5 dan 22. Anak kembar identik memiliki kemungkinan mengalami skizofrenia sebesar 50% jika salah satunya mengalami skizofrenia, sementara jika di zygote peluangnya sebesar 15 %, seorang anak yang salah satu orang tuanya mengalami skizofrenia berpeluang 15% mengalami skizofrenia, sementara bila kedua orang tuanya skizofrenia maka peluangnya menjadi 35 %.
 Faktor presipitasi
Faktor –faktor pencetus respon neurobiologis meliputi:
1).Berlebihannya proses informasi pada system syaraf yang menerima dan memproses informasi di thalamus dan frontal otak.
2).Mekanisme penghataran listrik di syaraf terganggu (mekanisme penerimaan abnormal).
3).Adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya.
Menurut Stuart (2007), pemicu gejala respon neurobiologis maladaptif adalah kesehatan, lingkungan dan perilaku seperti yang tercantum pada tabel 2 di dibawah ini:
Faktor pemicu gejala respon neurobiologis halusinasi (Stuart, 2007).
 Faktor pemicu
 Respon neurobiologist
 Kesehatan
 Nutrisi dan tidur kurang, ketidaksiembangan irama sirkardian, kelelahan dan infeksi, obat-obatan system syaraf pusat, kurangnya latihan dan hambatan untuk menjangkau pelayanan kesehatan
 Lingkungan
Lingkungan sekitar yang memusuhi, masalah dalam rumah tangga, kehilangan kebebasan hidup dalam melaksanakan pola aktivitas sehari-hari, sukar dalam berhubungan dengan orang lain, isoalsi social, kurangnya dukungan social, tekanan kerja (kurang terampil dalam bekerja), stigmasasi, kemiskinan, kurangnya alat transportasi dan ketidakmamapuan mendapat pekerjaan
 Sikap
Merasa tidak mampu (harga diri rendah), putus asa (tidak percaya diri), merasa gagal (kehilangan motivasi menggunakan keterampilan diri), kehilangan kendali diri (demoralisasi), merasa punya kekuatan berlebihan, merasa malang (tidak mampu memenuhi kebutuhan spiritual), bertindak tidak seperti orang lain dari segi usia maupun kebudayaan, rendahnya kemampuan sosialisasi, perilaku agresif, perilaku kekerasan, ketidakadekuatan pengobatan dan ketidak adekuatan penanganan gejala.
 Perilaku
Respon perilaku klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, rasa tidak aman, gelisah, bingung, perilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan, bicara inkoheren, bicara sendiri, tidak membedakan yang nyata dengan yang tidak nyata.Perilaku klien yang mengalami halusinasi sangat tergantung pada jenis halusinasinya. Apabila perawat mengidentifikasi adanya tanda –tanda dan perilaku halusinasi maka pengkajian selanjutnya harus dilakukan tidak hanya sekedar mengetahui jenis halusinasi saja.


Validasi informasi tentang halusinasi yang diperlukan meliputi:
• Isi halusinasi
Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar, apa yang dikatakan suara itu, jika halusinasi audiotorik. Apa bentuk bayangan yang dilihat oleh klien, jika halusinasi visual, bau apa yang tercium jika halusinasi penghidu, rasa apa yang dikecap jika halusinasi pengecapan,dan apa yang dirasakan dipermukaan tubuh jika halusinasi perabaan.
• Waktu dan frekuensi
Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien kapan pengalaman halusinasi muncul, berapa kali sehari, seminggu, atau sebulan pengalaman halusinasi itu muncul. Informasi ini sangat penting untuk mengidentifikasi pencetus halusinasi dan menentukan bilamana klien perlu perhatian saat mengalami halusinasi.
• Situasi pencetus halusinasi.
Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum halusinasi muncul. Selain itu perawat juga bias mengobservasi apa yang dialami klien menjelang munculnya halusinasi untuk memvalidasi pernyataan klien.
• Respon Klien
Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien bisa dikaji dengan apa yang dilakukan oleh klien saat mengalami pengalaman halusinasi. Apakah klien masih bisa mengontrol stimulus halusinasinya atau sudah tidak berdaya terhadap halusinasinya.
2.Pemeriksaan fisik
Yang dikaji adalah tanda-tanda vital (suhu, nadi, pernafasan dan tekanan darah), berat badan, tinggi badan serta keluhan fisik yang dirasakan klien.
 Status Mental
Pengkajian pada status mental meliputi:
 Penampilan: tidak rapi, tidak serasi dan cara berpakaian.
 Pembicaraan: terorganisir atau berbelit-belit.
 Aktivitas motorik: meningkat atau menurun
 Alam perasaan: suasana hati dan emosi.
 .Afek: sesuai atau maladaptif seperti tumpul, datar, labil dan ambivalen
 Interaksi selama wawancara: respon verbal dan nonverbal.
 Persepsi : ketidakmampuan menginterpretasikan stimulus yang ada sesuai dengan informasi.
 Proses pikir: proses informasi yang diterima tidak berfungsi dengan baik dan dapat mempengaruhi proses pikir.
 Isi pikir: berisikan keyakinan berdasarkan penilaian realistis.
 Tingkat kesadaran: orientasi waktu, tempat dan orang.
 Memori
1.Memori jangka panjang: mengingat peristiwa setelah lebih setahun berlalu.
2.Memori jangka pendek: mengingat peristiwa seminggu yang lalu dan pada saat dikaji
 Kemampuan konsentrasi dan berhitung: kemampuan menyelesaikan tugas dan berhitung sederhana emampuan penilaian: apakah terdapay masalah ringan sampai berat
 Daya tilik diri: kemampuan dalam mengambil keputusan tentang diri. Kebutuhan persiapan pulang: yaitu pola aktifitas sehari-hari termasuk makan dan minum, BAB dan BAK, istirahat tidur, perawatan diri, pengobatan dan pemeliharaan kesehatan sera aktifitas dalam dan luar ruangan.
 Mekanisme koping
1). Regresi: menjadi malas beraktifitas sehari-hari.
2).Proyeksi: menjelaskan prubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
3) Menarik diri: sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal.
Masalah psikososial dan lingkungan: masalah berkenaan dengan ekonomi, pekerjaan, pendidikan dan perumahan atau pemukiman.
 Aspek medik: diagnosa medik dan terapi medik.
3.Masalah Keperawatan
1.Risiko tinggi kekerasan
2.Perubahan persepsi sensori: halusinasi
3.Kerusakan interaksi sosial: menarik diri
4.Gangguan konsep diri: harga diri rendah
5.Intoleransi aktivitas
6.Defisit perawatan diri: mandi/kebersihan, berpakaian/berhias

Berdasarkan masalah-masalah tersebut, maka dapat disusun pohon masalah sebagai berikut:
Pohon Masalah
Defisit perawatan diri:
Efek Risiko tinggi kekerasan mandi/kebersihan,
berpakaian

Core problem Risiko persepsi sensori:
halusinasi Intoleransi aktivitas


Etiologi Gangguan interaksi sosial:
menarik diri


Gangguan konsep diri:
harga diri rendah
Klien yang mengalami halusinasi dapat kehilangan kontrol dirinya sehingga bisa membahayakan diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.Hal ini terjadi jika halusinasi sudah sampai pada fase empat,dimana klien mengalami panik dan perilakunya dikendalikan oleh isi halusinasinya.Masalah yang menyebabkan halusinasi itu adalah harga diri rendah dan isolasi sosial, akibat rendah diri dan kurangnya berhubungan sosial maka klien menjadi menarik diri dari lingkungan (Keliat, 2006).
4.Diagnosa Keperawatan
1. Risiko tinggi kekerasan berhubungan dengan halusinasi
2. Perubahan persepsi sensori: halusinasi berhubungan dengan menarik diri
3. Kerusakan interaksi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
4. Defisit perawatan diri: mandi / kebersihan, berpakaian / berhias berhubungan dengan intoleransi aktivitas.
5.Rencana Tindakan Keperawatan
Perencanaan tindakan keperawatan menurut Keliat (2006 ) terdiri dari tiga aspek yaitu tujuan umum, tujuan khusus dan intervensi keperawatan. Rencana tindakan keperawatan pada klien dengan masalah utama perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran adalah sebagai berikut:
Diagnosa 1: Resiko mencederai diri sendiri orang lain dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi pendengaran.
Tujuan umum:
Tidak terjadi perilaku kekerasan yang diarahkan kepada diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
Tujuan khusus:
• TUK
Klien dapat membina hubungan saling percaya
 Ekspresi wajah bersahabat, klien nampak tenang, mau berjabat tangan, membalas salam, mau duduk dekat perawat
Intervensi:
1.Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/ komunikasi terapeutik yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara verbal maupun non verbal, perkenalkan nama perawat, tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai, jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan menepati janji, bersikap empati dan menerima klien apa adanya.
Rasional:Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi perawat dan klien.
2. Dorong klien mengungkapkan perasaannya
Rasional:Mengetahui masalah yang dialami oleh klien.
3.Dengarkan klien dengan penuh perhatian dan empati.
Rasional: Agar klien merasa diperhatikan.
• TUK 2:
Klien dapat mengenal halusinasinya.
 Klien dapat membedakan antara nyata dan tidak nyata.
Intervensi:
1.Adakan kontak sering dan singkat.
Rasional: Menghindari waktu kosong yang dapat menyebabkan timbulnya halusinasi.
2.Observasi segala perilaku klien verbal dan non verbal yang berhubungan dengan halusinasi.
Rasional:Halusinasi harus kenal terlebih dahulu agar intervensi efektif
3.Terima halusinasi klien sebagai hal yang nyata bagi klien, tapi tidak nyata bagi perawat.
Rasional: Meningkatkan realita klien dan rasa percaya klien
4.Klien dapat menyebutkan situasi yg dapat menimbulkan dan tidak menimbulkan halusinasi.
5.Diskusikan dengan klien situasi yang menimbulkan dan tidak menimbulkan situasi
Rasional: Peran serta aktif klien membantu dalam melakukan intervensi keperawatan.
6.Diskusikan dengan klien faktor predisposisi terjadinya halusinasi
Rasional: Dengan diketahuinya faktor predisposisi membantu dalam mengontrol halusinasi
• TUK 3:
Klien dapat mengontrol halusinasi.
 Klien dapat menyebutkan tindakan yang dapat dilakukan apabila halusinasinya timbul.
Intervensi:
1.Diskusikan dengan klien tentang tindakan yang dilakukan bila halusinasinya timbul.
Rasional:Mengetahui tindakan yang dilakukan dalam mengontrol halusinasinya
2.Klien akan dapat menyebutkan cara memutuskan halusinasi yaitu dengan melawan suara itu dengan mengatakan tidak mau mendengar, lakukan kegiatan : menyapu/mengepel, minum obat secara teratur, dan lapor pada perawat pada saat timbul halusinasi.
3.Diskusikan dengan klien tentang cara memutuskan halusinasinya.
Rasional: Meningkatkan pengetahuan klien tentang cara memutuskan halusinasi.
4.Dorong klien menyebutkan kembali cara memutuskan halusinasi.
Rasional: Hasil diskusi sebagai bukti dari perhatian klien atas apa yg dijelaskan

5..Berikan reinforcement positif atas keberhasilan klien menyebutkan
kembali cara memutuskan halusinasinya.
Rasional: Meningkatkan harga diri klien.
• TUK 4:
Klien dapat memanfaatkan obat dalam mengontrol halusinanya.
 Klien mau minum obat dengan teratur
Intervensi :
Rasional:Meningkatkan pengetahuan klien tentang fungsi obat yang
diminum agar klien mau minum obat secara teratur.
• TUK 5:
Klien mendapat sistem pendukung keluarga dalam mengontrol halusinasinya.
 Klien mendapat sistem pendukung keluarga
Intervensi:
1.Kaji kemampuan keluarga tentang tindakan yg dilakukan dalam merawat klien bila halusinasinya timbul.
Rasional :Mengetahui tindakan yang dilakukan oleh keluarga dalam merawat klien.
2.Diskusikan juga dengan keluarga tentang cara merawat klien yaitu jangan biarkan klien menyendiri, selalu berinteraksi dengan klien, anjurkan kepada klien untuk rajin minum obat, setelah pulang kontrol 1 x dalam sebulan.
Rasional:Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang cara merawat klien.
Diagnosa 2: Perubahan persepsi sensori; halusinasi pendengaran berhubungan dengan menarik diri
Tujuan umum:Klien dapat berhubungan dengan orang lain untuk mencegah timbulnya halusinasi.
Tujuan khusus:
• TUK 1:
Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Ekspresi wajah bersahabat, klien nampak tenang, mau berjabat tangan, membalas salam, mau duduk dekat perawat.
Intervensi:
1.Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/ komunikasi terapeutik yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara verbal maupun non verbal, perkenalkan nama perawat, tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai, jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan menepati janji, bersikap empati dan menerima klien apa adanya.
Rasional:Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi perawat dan klien.
2.Dorong klien mengungkapkan perasaannya.
Rasional:Mengetahui masalah yang dialami oleh klien.
3.Dengarkan klien dengan penuh perhatian dan empati
Rasional :Agar klien merasa diperhatikan.
• TUK 2:
Klien dapat mengenal penyebab menarik diri.
Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri pada dirinya.
Intervensi:
1.Kaji Pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri.
Rasional:Untuk mengetahui tingkat pengetahuan klien tentang menarik diri
2.Dorong klien untuk menyebutkan kembali penyebab menarik diri Rasional:Membantu mengetahui penyebab menarik diri sehingga membantu dalam melaksanakan intervensi selanjutnya.
3.Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien dalam mengungkapkan penyebab menarik diri.
Rasional:Meningkatkan harga diri klien.
• TUK 3:
Klien dapat mengetahui manfaat berhubungan dengan orang lain.
 Klien dapat mengungkapkan keuntungan berhubungan dengan orang lain.
Intervensi:
1.Diskusikan bersama klien manfaat berhubungan dengan orang lain. Rasional:Meningkatkan pengetahuan klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain.
2.Dorong klien untuk menyebutkan kembali manfaat berhubungan dengan orang lain.
Rasional:Mengetahui tingkat pemahaman klien tentang informasi yg diberikan.
3.Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien menyebutkan kembali manfaat berhubungan dengan orang lain.
Rasional:Meningkatkan harga diri klien.
• TUK 4
Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara bertahap.
 Klien dapat menyebutkan cara berhubungan dengan orang lain secara bertahap.
Intervensi:
1.Dorong klien untuk berhubungan dengan orang lain.
Rasional:Mencegah timbulnya halusinasi.
2.Diskusikan dengan klien cara berhubungan dengan orang lain secara bertahap.
Rasional:Meningkatkan pengetahuan klien cara yang yg dilakukan dalam berhubungan dengan orang lain.
3. Beri reinforcement atas keberhasilan yg dilakukan
Rasional:Meningkatkan harga diri klien.
• TUK 5 :
Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain
 Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain.


Intervensi :
1.Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya berhubungan dengan orang lain.
Rasional:Untuk mengetahui perasaan klien setelah berhubungan dengan orang lain.
2.Diskusikan dengan klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain.
Rasional:Mengetahui pengetahuan klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain.
3.Berikan reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan perasaan manfaat berhubungan orang lain.
Rasional:Meningkatkan harga diri klien.
• TUK 6:
Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga.
 Keluarga dapat menjelaskan cara merawat klien yang menarik diri.
Intervensi:
Bina hubungan saling percaya dengan keluarga.
Rasional:Agar terbina rasa percaya keluarga kepada perawat.
1.Diskusikan dengan anggota keluarga perilaku menarik diri, penyebab perilaku menarik diri dab cara keluarga menghadapi klien.
Rasional:Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang menarik diri dan cara merawatnya.
2.Anjurkan kepada keluarga secara rutin dan bergantian datang menjenguk klien (1 x seminggu).
Rasional:Agar klien merasa diperhatikan.
.Diagnosa 3: isolasi sosial; menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
Tujuan umum:Klien dapat berhubungan dengan orang lain tanpa merasa rendah diri.
Tujuan khusus:
• TUK 1:
Klien dapat membina hubungan saling percaya.
 Ekspresi wajah bersahabat, klien nampak tenang, mau berjabat tangan, membalas salam, mau duduk dekat perawat.
Intervensi:
1.Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/ komunikasi terapeutik yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara verbal maupun non verbal, perkenalkan nama perawat, tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai, jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan menepati janji, bersikap empati dan menerima klien apa adanya
Rasional:Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi perawat dan klien.
2.Dorong klien mengungkapkan perasaannya.
Rasional:Mengetahui masalah yang dialami oleh klien
3.Dengarkan klien dengan penuh perhatian dan empati
Rasional:Agar klien merasa diperhatikan.
• TUK 2 :
Klien dapat mengidenfikasi kemampuan dan sisi positif yang dimiliki.
Klien dapat menyebutkan cita-cita dan harapan sesuai dengan kemampuannya.
Intervensi:
1.Diskusikan dengan klien tentang ideal dirinya : apa harapan klien bila pulang nanti dan apa yg menjadi cita-citanya.
Rasional:Untuk mengetahui sampai dimana realitas dari harapan klien.
2.Bantu klien mengembangkan antara keinginan dengan kemampuan yang dimilikinya.
Rasional:Membantu klien membentuk harapan yang realitas
• TUK 3:
Klien dapat menyebutkan keberhasilan yang pernah dialaminya.
 Klien dapat mengevaluasi dirinya.
Intervensi:
1.Diskusikan dengan klien keberhasilan yg pernah dialaminya.
Rasional:Mengingatkan klien bahwa tidak selamanya dia gagal.
 Klien dapat menyebutkan kegagalan yang pernah terjadi pada dirinya
1.Diskusikan dengan klien kegagalan yang pernah terjadi pada dirinya.
Rasional:Mengetahui sejauh mana kegagalan yg dialami oleh klien.
2.Beri reinforcement positif atas kemampuan klien menyebutkan keberhasilan dan kegagalan yang pernah dialaminya
Rasional:Meningkatkan harga diri klien.
• TUK 4:
Klien dapat membuat rencana yang realistis.
 Klien dapat menyebutkan tujuan yang ingin dicapai.
Intervensi:
1.Bantu klien merumuskan tujuan yang ingin di capai.
Rasional:Agar klien tetap realistis dengan kemampuan yang dimilikinya.
 Klien dapat membuat keputusan dalam mencapai tujuan.
1.Motivasi klien untuk melakukan kegiatan yang telah dipilih.
Rasional:Menghargai keputusan yang dipilih oleh klien.
2..Berikan pujian atas keberhasilan yang telah dilakukan.
Rasional:Meningkatkan harga diri.
• TUK 5:
Klien dapat memanfaatkan system pendukung keluarga.
 Keluarga memberi dukungan dan ujian.
Intervensi:
1.Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentan cara merawat klien dengan harga diri rendah.
Rasional:Untuk meningkatkan pengetahuan keluarga tentang cara merawat klien dengan harga diri rendah.
2.Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat.
Rasional :Support system keluarga akan sangat berpengaruh dalam mempercepat penyembuhan klien.
 Keluarga memahami jadwal kegiatan harian klien.
1.Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
Rasional:Meningkatkan peran serta keluarga dalam merawat klien di rumah.
2.Jelaskan cara pelaksanaan jadwal kegiatan klien di rumah.
Rasional:Untuk meningkatkan pengetahuan keluarga tentang perawatan klien di rumah.
3.Anjurkan memberi pujian pada klien setiap berhasil.
Rasional:Meningkatkan harga diri klien.
Diagnosa 4: defisit perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktifitas.
1). Tujuan umum:Klien dapat meningkatkan motivasi dalam mempertahankan kebersihan diri.
2). Tujuan khusus:

• TUK 1:
Klien dapat membina hubungan saling percaya.
 Ekspresi wajah bersahabat, klien nampak tenang, mau berjabat tangan, membalas salam, mau duduk dekat perawat.
Intervensi:
1.Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/ komunikasi terapeutik yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara verbal maupun non verbal, perkenalkan nama perawat, tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai, jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan menepati janji, bersikap empati dan menerima klien apa adanya.
Rasional:Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi perawat dan klien.
2. Dorong klien mengungkapkan perasaannya.
Rasional:
Mengetahui masalah yang dialami oleh klien.
3.Dengarkan klien dengan penuh perhatian dan empati.
Rasional:Agar klien merasa diperhatikan.
• TUK 2
Klien dapat mengenal pentingnya perawatan diri.
 Klien dapat menyebutkan tanda kebersihan diri yaitu badan tidak bau, rambut rapi, bersih dan tidak bau, gigi bersih dan tidak bau, baju rapi tidak bau, kuku pendek.
Intervensi:
1.Diskusikan bersama klien pentingnya kebersihan diri dengan cara menjelaskan pengertian tentang aarti bersih dan tanda-tanda bersih.
Rasional:Meningkatkan pemahaman klien tentang kebersihan diri.
2.Dorong klien untuk menyebutkan kembali tanda-tanda kebersihan diri.
Rasional:Mengetahui pemahaman klien ttg kebersihan diri.
3.Berikan pujian atas kemampuan klien menyebutkan kembali tanda-tanda kebersihan diri.
Rasional:Meningkatkan harga diri klien.
 Klien dapat menyebutkan tentang pentingnya dalam perawatan diri, memberi rasa segar, mencegah penyakit mulut dan memberikan rasa nyaman.
1.Beri penjelasan kepada klien tentang pentingnya dalam melakukan perawatan diri.
Rasional:Meningkatkan pemahaman klien tentang kebersihan diri.
2.Dorong klien untuk menyebutkan kembali manfaat dalam melakukan
perawatan diri.
Rasional:Mengetahui pemahaman informasi yang telah diberikan.
3.Berikan pujian atas keberhasilan klien menyebutkan kembali manfaat perawatan diri.
Rasional:Meningkatkan harga diri klien.
 Klien dapat menjelaskan cara merawat diri yaitu mandi 2 x sehari, pakai sabun gosok gigi minimal 2 x sehari , cuci rambut 2- 3 x sehari dan ganti pakaian 1 x sehari.
• TUK 3:
Klien dapat melakukan kebersihan diri secara mandiri maupun bantuan perawat.
 Klien berusaha untuk memelihara kebersihan diri.
Intervensi:
1.Motivasi dan bimbingan klien untuk memelihara kebersihan diri.
Rasional:Agar klien melaksanakan kebersihan diri.
2.Anjurkan untuk mengganti baju.
Rasional:Memberikan kesegaran.
• TUK 4:
Klien dapat mempertahankan kebersihan diri secara mandiri.
 Klien selalu rapi dan bersih.
Intervensi:
1.Beri Reinforcement positif jika klien berhasil melakukan kebersihan diri.
Rasional:Meningkatkan harga diri sendiri.
• TUK 5:
Klien mendapat dukungan keluarga dalam melakukan kebersihan diri
 Keluarga selalu mengingat hal-hal yang berhubungan dengan kebersihan diri.
Intervensi:
1.Jelaskan pada keluarga tentang penyebab kurang minatnya klien menjaga kebersihan diri.
Rasional:Untuk memberi penjelasan kepada keluarga tentang penyebab kurangnya kebersihan pada klien.
2.Diskusikan bersama keluarga tentang tindakan yang dilakukan klien selama di RS dalam menjaga kebersihan.
Rasional:Klien dapat mengetahui tentang tindakan perawatan diri yang mampu dilakukan oleh klien.
6.Implementasi
Implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan dengan memperhatikan dan mengutamakan masalah utama yang aktual dan mengancam integritas klien beserta lingkungannya. Sebelum melaksanakan tindakan keperawatan yang sudah direncanakan, perawat perlu memvalidasi apakah rencana tindakan keperawatan masih dibutuhkan dan sesuai dengan kondisi klien pada saat ini (here and now). Hubungan saling percaya antara perawat dengan klien merupakan dasar utama dalam pelaksanaan tindakan keperawatan.
7.Evaluasi
Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon klien terhadap tindakan keperawatan yang dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu evaluasi proses atau formatif yang dilakukan tiap selesai melakukan tindakan keperawatan dan evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan dengan membandingkan respons klien dengan tujuan yang telah ditentukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar